Pages

Kamis, 21 April 2011

RELASI PARA SEMINARIS DENGAN MURID GONZAGA


Bila kita mendengar Seminari Wacana Bhakti, tentu kita juga langsung berfikir tentang Kolese Gonzaga. Seminari Wacana Bhakti dan Kolese Gonzaga memang merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Seminari dan Kolese Gonzaga selalu saling melengkapi satu sama lain. Para seminaris bersekolah di Kolese Gonzaga pada tahun kedua. Ini memperlihatkan bahwa seminari membutuhkan Gonzaga dan Gonzaga membutuhkan seminari. Jadi menjadi seminaris Wacana Bhakti secara tidak langsung juga menjadi seorang siswa Gonzaga. Namun menjadi siswa Gonzaga belum tentu menjadi seminaris Wacana Bhakti.
Wacana Bhakti mengajarkan para seminarisnya untuk mau bergaul dengan siapa saja dan menjadi seorang calon pastur yang intelek. Secara tak langsung para seminaris dihadapkan pada kehidupan yang sesungguhnya saat mereka bersekolah di Kolese Gonzaga. Para seminaris harus bisa beradaptasi dengan keadaan Kolese Gonzaga dan dengan cara hidup murid Gonzaga. Hal tersebut bukanlah perkara yang mudah, karena para seminaris harus benar-benar bisa beradaptasi tanpa menghilangkan satu norma pun yang menjadi pedoman seorang seminaris. Bahkan seminaris tidak boleh terpengaruh oleh gaya hidup murid Gonzaga. Para seminaris diharapkan dapat menjadi seseorang yang dapat memimpin dan mengubah hal yang tidak baik menjadi baik.
Pada saat KPP seminaris lebih diarahkan untuk mengenal lingkup seminari. Relasi antara seminaris KPP dan murid Gonzaga saat itu belum begitu sering terjadi. Hal itu karena seminaris KPP belum bersekolah di Gonzagadan juga para seminaris menjalani masa karantina selama tiga bulan dimana para seminaris KPP tidak boleh berkomunikasi dengan orang lain kecuali orang-orang dalam lingkup seminari. Namun setelah tiga bulan para seminaris KPP boleh berkomunikasi dengan orang lain di luar lingkup seminari. Setelah masa tiga bulan lewat, seminaris KPP sesudah bisa mulai menjalin relasi dengan murid Gonzaga, namun kebanyakan seminaris KPP hanya menjalin sutu komunikasi pada saat-saat tertentu atau jika diperlukan saja.
Kelas satu merupakan saat para seminaris mulai banyak menjalin komunikasi dengan murid Gonzaga. Saat seminaris menginjak kelas satu mereka bersekolah di Gonzaga. Selain itu para seminaris juga menjalaini MOS di Gonzaga, sehingga relasi sering kali terjadi. Pada saat kelas satu para seminaris belum digabung dengan siswi perempuan. Jadi satu kelas hanya berisi siswa-siswa Gonzaga, yang kebanyakan adalah seminaris. Selain itu karena para seminaris sudah mengenal lingkungan Gonzaga lebih dari setahun, maka para seminaris lebih cepat menjalin relasi dengan murid Gonzaga dari kelas yang berbeda.
Seminaris kelas dua mulai menjalin secara dekat relasi dengan murid Gonzaga. Karena saat kelas dua para seminaris mulai memilih jurusan, maka seminaris pun bisa berbeda kelas. Kelas dua para seminaris mulai bergabung dengan siswi Gonzaga. Namun para seminaris tetap diharapkan menjaga norma sebagai seorang seminaris. Di sini para seminaris sangat sering berkomunikasi dengan murid Gonzaga, baik untuk saling membantu, maupun hal-hal lain.
Kelas tiga, relasi para seminaris semakin kuat. Di kelas tiga para seminaris harus bisa mulai mengambil keputusan dan menjalin kerjasama yang baik. Selain itu di kelas tiga ini para seminaris dan murid Gonzaga akan menghadapi ujian nasional, sehingga mereka lebih sering berdiskusi dalam belajar. Kelas tiga juga merupakan saat-saat emas dalam pergaulan dengan sesama teman.
Banyak kegiatan yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara seminaris dan murid Gonzaga. Antara lain adalah Gonzaga festifal, misa bersama, kerja kelompok, dan masih banyak lagi. Dari kegiatan ini para seminaris dan murid Gonzaga diharapkan dapat saling mengenal satu dengan yang lain. Sekaligus merupakan latihan bagi seminaris yang akan memiliki banyak tantangan dalam jalan panggilan. Selain itu para seminaris dapat berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
Ada dampak positif dan negatif dari relasi yang terjalin. Dampak positifnya adalah para seminaris dapat lebih siap dalam menghadapi segala bentuk kegiatan dalam hidup panggilannya. Selain itu para seminaris menjadi mampu untuk dengan cepat mengenal suatu lingkungan baru dan beradaptasi dengan baik. Seminaris juga dapat mencontoh berbagai hal positif murid-murid Gonzaga bagi jalan panggilannya. Seminaris juga dapat mengendalikan suatu tatanan sosial dan mengetahui berbagai hal yang bersifat universal.
Selain itu ada juga dampak negatif dari hal di atas. Antara lain para seminaris dapat terpengaruh hidup serba kecukupan para murid Gonzaga. Selain itu para seminaris juga dapat menjalin relasi yang di luar batas dan melenceng dari norma sebagai seorang seminaris (seperti pacaran dll). Namun jika para seminaris dapat memilah-milah dan teguh dalam pendiriannya tentu hal di atas tidak akan terjadi dan seminaris pun semakin berkembang.
Dari semua hal di atas saya dapat menyimpulkan bahwa sebuah relasi sangat penting. Suatu relasi dapat mengembangkan pemahaman seorang seminaris dan dapat menambah pengalaman seminaris itu sendiri. Namun para seminaris harus benar-benar memilih dan memilah agar tidak terseok di jalan panggilannya.

Minggu, 17 April 2011

Siapakah Aku ?


Ketika Aku baru keluar ,

Banyak orang menginginkanku ,

Aku diperebutkan ,
Sampai akhirnya aku didapatkan .

Siapakah Aku ?
Seseorang yang memilikiku ,
Memolesku dengan perlahan ,
Mengistimewakanku dari yang lain ,
Membuat diriku bagaikan Raja .

Siapakah Aku ?
Sampai akhirnya aku digunakan ,
Noda di tubuhku di hapuskan ,
Diriku dibanggakan ,
Aku merasa dielukan .

Siapakah Aku ?
Waktu mulai berjalan ,
Detik mulai terkikis ,
Jarum jam maju perlahan ,
Diriku seakan ingin bertahan .

Siapakah Aku ?
Tanpa kusadari diriku semakin dilupakan ,
Tubuhku mulai kotor ,
Tali pengikatku tidak dipedulikan ,
Diriku semakin di sia-siakan .

Siapakah Aku ?
Perlahan tapakku mulai tergerus ,
Terkoyak oleh kotornya lantai ,
Terpecah oleh panasnya matahari ,
Dan tertindih oleh beratnya dirimu .

Siapakah aku ?
Kulitku mulai robek ,
Pasangan hidupku entah dimana ,
Aku dibuang ,
Diriku tak digunakan .

Apa salahku ?
Dosaku ?
Khilafku ?

Aku ada untukmu ,
Tak pernah kata keluh terucap dari mulutku ,
Diriku hanya membisu ,
Tersipu pilu .

Siapakah aku ?
Tahukah dirimu , siapakah Aku ?







Terinspirasi dari sepasang sepatu
Karya: Aditya Brilian Kristanto