Pages

Rabu, 21 Desember 2011

Hak Asasi Manusia

Bullying ?? Masih Zaman ??
(Fenomena Bullying  Di Era Moderen)

Di zaman globalisasi ini, sangat aneh jika mendengar kekerasan yang masih sering terjadi terutama di kalangan para pelajar. Tentu hal tersebut merupakan keprihatinan bersama yang sangat menjatuhkan moral bangsa.
 Biasanya para remaja menyebut kekerasan dengan sebutan bullying. Ya, fenomena bullying di kalangan pelajar sangat menarik untuk ditelusuri dan dicari sebab akibatnya. Dengan mencari sebab akibat, nantinya diharapkan setiap remaja dapat kembali mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik.
Keluarga, Pergaulan, Dan Globalisasi
Sampai saat ini yang menjadi dasar tumbuhnya budaya bullying masih menjadi pertanyaan besar. Banyak hal yang dapat menyebabkan tumbuhnya budaya bullying dalam diri pelajar saat ini. Namun yang pasti, budaya bullying merupakan  sesuatu yang bukan lagi tabu  di kalangan pelajar.
Sebenarnya peran keluarga akan menjadi sangat penting kala seorang remaja yang labil mengalami berbagai gejolak batin. Namun yang kita lihat justru sebaliknya. Keluarga seakan bukan lagi menjadi tempat berlindung yang aman. Melainkan lebih kepada sebuah tempat yang semakin mengekang diri para remaja saat ini. Hal itu terbukti dari berbagai peristiwa kekerasan di dalam keluarga antara orang tua kepada anaknya. Fenomena yang terjadi memang sungguh memprihatinkan.
Selain faktor internal yang terjadi di dalam keluarga, faktor pergaulan yang semakin bebas juga menjadi salah satu penyebab timbulnya budaya kekerasan terutama di dalam diri pelajar Indonesia.  Pergaulan yang semakin tidak terkontrol terutama di kota metropolitan ini menyumbangkan peranan yang cukup besar. Mari kita lihat kasus berikut ini :
 “Lisa merupakan anak yang pendiam di sekolahnya. Suatu hari ada seorang murid pindahan yang berasal dari luar kota. Setelah beberapa Minggu berkenalan, akhirnya mereka berdua dapat berteman dengan akrab. Namun keakraban itu membawa dampak yang negative bagi Lisa. Semenjak berteman dengan teman barunya, Lisa menjadi seorang pemberontak. Dia sering bolos sekolah dan juga kerap kali melawan orang tuanya.
Setelah diselidiki, ternyata Lisa terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat. Ia sekarang bergabung dengan sebuah genk remaja yang dikenal suka melakukan tindakan anarkis dan juga tidak sesuai moral.”
Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa pengaruh pergaulan dapat merusak moral seorang pelajar yang tadinya baik menjadi buruk. Selain kasus diatas, masih banyak kasus lain yang mungkin lebih buruk. Di dalam realita kehidupan hal yang kita pikirkan tidak dapat terjadi dapat sangat mungkin terjadi.
Serangan globalisasi yang semakin merajalela dapat juga dikategorikan sebagai faktor timbulnya budaya bullying. Hal itu sangat terlihat jelas. Saat ini semua orang dapat mengakses dunia dengan sekali ‘klik’. Ya, kapanpun, dimanapun, dan dalam keadaan apapun setiap orang  dapat dengan mudah mencari informasi lewat internet dan sebagainya. Seorang anak berumur 5 (lima) tahun pun sudah mengerti apa itu internet dan bagaimana cara mengaksesnya. Memang hal tersebut merupakan hal yang positif namun seperti kita ketahui bahwa bukan hanya informasi yang baik yang dihadirkan di sebuah akses internet tetapi juga informasi yang buruk. Hal-hal kecil yang tidak pernah terpikirkan ternyata berperan besar dalam membentuk budaya bullying.
Hak asasi vs Bullying
Jika kita telaah, hak asasi dan bullying merupakan dua hal yang saling bersangkutan meski tidak memiliki jalan yang sama. Kerap kali kasus bullying di kalangan pelajar, menyalahi ketentuan hukum mengenai hak asasi yang berlaku di Indonesia. Seperti kita ketahui, hak asasi merupakan hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir untuk hidup di dunia ini. Ya, setiap orang memilki hak yang sama. Seharusnya kekerasan seperti bullying dan yang lain, tidak perlu terjadi. Semua itu hanya merupakan sebuah kesenangan sesaat yang menjatuhkan moral bangsa.
Sebenarnya siapa yang bertanggung jawab atas semua hal ini ? Apakah para pelaku tindakan bullying yang harus kita salahkan ? Atau sekolah yang kurang dapat mendidik siswanya ? Semua itu bukan salah siapapun. Tindakan bullying terjadi karena ada kesempatan dan juga kemauan. Dengan menghindari dua hal tersebut tentu kita dapat terhindar dari berbagi tindakan bullying.
Hak asasi dapat ditegakkan, dan tindakan bullying dapat dihapuskan. Itu hal yang seharusnya dapat menjadi motivasi bagi kita.  Peran pemerintah dan pengawasan dari orang terdekat merupakan pondasi utama agar hak asasi setiap manusia semakin dijunjung. Jika pengayom masyarakat dapat bertindak dengan bijak, tentu penerusnya pun akan bertindak dengan bijak pula.  Hal tersebut merupakan sebuah hubungan tarik menarik yang tidak bisa dihilangkan dan wajib disadari oleh semua lapisan masyarakat..
Budaya Kekerasan dan penyimpangan tingkah laku
Semua persoalan di dunia ini memiliki sebab dan akibat. Hal tersebut merupakan sebuah hukum alam yang tidak terpisahkan. Namun bagaimana kita dapat melihat sebab dan akibat tersebut secara relevan ? Hal itu dapat dilihat secara nyata dalam realita yang ada di masyarakat saat ini.
Para korban dan pelaku bullying biasanya merupakan para remaja yang berusia antara 14 (empat belas) sampai dengan 19 (Sembilan Belas) tahun. Pada fase yang merupakan tahap dimana seorang anak menjadi seorang yang lebih dewasa ini, sangatlah rentan akan pemupukan budaya kekerasan dilakukan. Hal ini dapat secara nyata terlihat dalam masyarakat yang ada saat ini.
Banyak sekolah terutama di Jakarta yang masih mempertahankan budaya senioritas. Fenomena senioritas merupakan sebuah kebudayaan turun temurun yang dulu juga dilakukan oleh para alumni sekolah tersebut. Hal ini sesungguhnya harus menjadi perhatian serius. Jika hal ini tidak segera ditindak, maka akan sangat sulit melepas budaya tersebut. Sesungguhnya pihak sekolah merupakan penanggung jawab utama yang harus memulai penghapusan budaya senioritas. Namun seperti kita ketahui, kerap kali para pelajar sendiri dapat dengan mudah lepas dari pengawasan sekolah. Oleh sebab, perlu penyelesaian yang serius dari berbagai pihak.
Kebanyakan para korban kekerasan bullying menjadi seseorang yang pemberontak dan juga anarkis. Selain itu para korban, nantinya akan juga melakukan tindakan yang sama seperti yang diperlakukan padanya. Tekanan batin dan dendam, merupakan faktor utama yang menjadikan seseorang kembali melakukan bullying pada orang lain. Hal ini selalu terjadi pada semua korban yang menerima perilaku bullying pada dirinya. Luka batin yang sangat besar, memang akan sulit untuk dihilangkan terutama yang menyangkut hak asasi orang tersebut.
Para korban bullying sesungguhnya dapat kita bantu. Hanya saja selama ini, kebanyakan dari korban tidak pernah berani memberitahukan apa yang terjadi pada dirinya. Ancaman pelaku terhadap korban, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan  tidak terlihatnya pelanggaran bullying tersebut. Para korban seakan menganggap bahwa dengan melaporkan, maka hanya akan menambah masalah yang sedang dialaminya. Anggapan ini sangatlah salah. Para korban seharusnya bertindak berani dengan cara melaporkan baik kepada guru ataupun orang terdekat tentang tindak kekerasan yang dia alami. Kita juga harus membuka diri agar para korban pun tidak segan untuk mengungkapkan tindak pelanggaran hak asasi tersebut kepada diri kita.
Banyak faktor yang dapat membantu meminimalisir tindakan kekerasan terutama bullying. Namun semua hal itu akan sia-sia bila segala aspek yang menyangkut tindak bullying tidak diselesaikan  secara sadar. Kesadaran itu mungkin  akan timbul bila telah banyak korban yang berjatuhan. Sikap tersebut merupakan sikap yang salah. Seharusnya kita semua mulai bertindak sejak dini, agar tidak ada lagi pelajar yang harus masuk bui karena kasus kekerasan.
Berefleksilah
Fenomena bullying sangat menarik untuk dikupas. Mungkin jika kita melakukan sebuah penelitian tentang bullying maka tidak akan pernah ada habisnya. Jika akar dari segala permasalahan yang tentu melanggar hak asasi ini tidak segera dicabut, maka akan menjadi suatu budaya yang memprihatinkan.
Kunci dari semua problematika ini hanya satu, yaitu : ‘Manusia itu sendiri’. Ya, semua hal ini  tergantung dari bagaimana cara kita memilih jalan hidup. Jika semua orang sadar akan pentingnya hak asasi itu sendiri maka tidak akan pernah ada yang namanya kasus kekerasan.
Marilah teman-teman kita mulai merefleksikan diri sendiri. Jangan pernah menilai orang lain tanpa melihat diri sendiri. Dan marilah bersama-sama kita berkata “Bullying ?? Masih Zaman ??”

0 komentar:

Posting Komentar