Bullying ?? Masih Zaman ??
(Fenomena Bullying Di Era Moderen)
Di zaman globalisasi ini, sangat aneh jika mendengar kekerasan yang masih sering terjadi terutama di kalangan para pelajar. Tentu hal tersebut merupakan keprihatinan bersama yang sangat menjatuhkan moral bangsa.
Biasanya para remaja menyebut kekerasan dengan
sebutan bullying. Ya, fenomena bullying di kalangan pelajar sangat
menarik untuk ditelusuri dan dicari sebab akibatnya. Dengan mencari sebab
akibat, nantinya diharapkan setiap remaja dapat kembali mengubah diri menjadi pribadi
yang lebih baik.
Keluarga, Pergaulan, Dan Globalisasi
Sampai
saat ini yang menjadi dasar tumbuhnya budaya bullying masih menjadi pertanyaan besar. Banyak hal yang dapat
menyebabkan tumbuhnya budaya bullying
dalam diri pelajar saat ini. Namun yang pasti, budaya bullying merupakan sesuatu
yang bukan lagi tabu di kalangan pelajar.
Sebenarnya
peran keluarga akan menjadi sangat penting kala seorang remaja yang labil
mengalami berbagai gejolak batin. Namun yang kita lihat justru sebaliknya.
Keluarga seakan bukan lagi menjadi tempat berlindung yang aman. Melainkan lebih
kepada sebuah tempat yang semakin mengekang diri para remaja saat ini. Hal itu
terbukti dari berbagai peristiwa kekerasan di dalam keluarga antara orang tua
kepada anaknya. Fenomena yang terjadi memang sungguh memprihatinkan.
Selain
faktor internal yang terjadi di dalam keluarga, faktor pergaulan yang semakin
bebas juga menjadi salah satu penyebab timbulnya budaya kekerasan terutama di
dalam diri pelajar Indonesia. Pergaulan
yang semakin tidak terkontrol terutama di kota metropolitan ini menyumbangkan
peranan yang cukup besar. Mari kita lihat kasus berikut ini :
“Lisa
merupakan anak yang pendiam di sekolahnya. Suatu hari ada seorang murid
pindahan yang berasal dari luar kota. Setelah beberapa Minggu berkenalan, akhirnya
mereka berdua dapat berteman dengan akrab. Namun keakraban itu membawa dampak
yang negative bagi Lisa. Semenjak berteman dengan teman barunya, Lisa menjadi
seorang pemberontak. Dia sering bolos sekolah dan juga kerap kali melawan orang
tuanya.
Setelah diselidiki, ternyata
Lisa terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat. Ia sekarang bergabung
dengan sebuah genk remaja yang dikenal suka melakukan tindakan anarkis dan juga
tidak sesuai moral.”
Dari
kasus diatas dapat dilihat bahwa pengaruh pergaulan dapat merusak moral seorang
pelajar yang tadinya baik menjadi buruk. Selain kasus diatas, masih banyak
kasus lain yang mungkin lebih buruk. Di dalam realita kehidupan hal yang kita
pikirkan tidak dapat terjadi dapat sangat mungkin terjadi.
Serangan
globalisasi yang semakin merajalela dapat juga dikategorikan sebagai faktor
timbulnya budaya bullying. Hal itu
sangat terlihat jelas. Saat ini semua orang dapat mengakses dunia dengan sekali
‘klik’. Ya, kapanpun, dimanapun, dan dalam keadaan apapun setiap orang dapat dengan mudah mencari informasi lewat
internet dan sebagainya. Seorang anak berumur 5 (lima) tahun pun sudah mengerti
apa itu internet dan bagaimana cara mengaksesnya. Memang hal tersebut merupakan
hal yang positif namun seperti kita ketahui bahwa bukan hanya informasi yang
baik yang dihadirkan di sebuah akses internet tetapi juga informasi yang buruk.
Hal-hal kecil yang tidak pernah terpikirkan ternyata berperan besar dalam
membentuk budaya bullying.
Hak asasi vs Bullying
Jika
kita telaah, hak asasi dan bullying
merupakan dua hal yang saling bersangkutan meski tidak memiliki jalan yang
sama. Kerap kali kasus bullying di
kalangan pelajar, menyalahi ketentuan hukum mengenai hak asasi yang berlaku di
Indonesia. Seperti kita ketahui, hak asasi merupakan hak dasar yang dimiliki
manusia sejak lahir untuk hidup di dunia ini. Ya, setiap orang memilki hak yang
sama. Seharusnya kekerasan seperti bullying
dan yang lain, tidak perlu terjadi. Semua itu hanya merupakan sebuah kesenangan
sesaat yang menjatuhkan moral bangsa.
Sebenarnya
siapa yang bertanggung jawab atas semua hal ini ? Apakah para pelaku tindakan
bullying yang harus kita salahkan ? Atau sekolah yang kurang dapat mendidik
siswanya ? Semua itu bukan salah siapapun. Tindakan bullying terjadi karena ada kesempatan dan juga kemauan. Dengan
menghindari dua hal tersebut tentu kita dapat terhindar dari berbagi tindakan bullying.
Hak
asasi dapat ditegakkan, dan tindakan bullying
dapat dihapuskan. Itu hal yang seharusnya dapat menjadi motivasi bagi kita. Peran pemerintah dan pengawasan dari orang
terdekat merupakan pondasi utama agar hak asasi setiap manusia semakin
dijunjung. Jika pengayom masyarakat dapat bertindak dengan bijak, tentu
penerusnya pun akan bertindak dengan bijak pula. Hal tersebut merupakan sebuah hubungan tarik
menarik yang tidak bisa dihilangkan dan wajib disadari oleh semua lapisan
masyarakat..
Budaya Kekerasan dan penyimpangan tingkah laku
Semua
persoalan di dunia ini memiliki sebab dan akibat. Hal tersebut merupakan sebuah
hukum alam yang tidak terpisahkan. Namun bagaimana kita dapat melihat sebab dan
akibat tersebut secara relevan ? Hal itu dapat dilihat secara nyata dalam
realita yang ada di masyarakat saat ini.
Para
korban dan pelaku bullying biasanya
merupakan para remaja yang berusia antara 14 (empat belas) sampai dengan 19
(Sembilan Belas) tahun. Pada fase yang merupakan tahap dimana seorang anak
menjadi seorang yang lebih dewasa ini, sangatlah rentan akan pemupukan budaya
kekerasan dilakukan. Hal ini dapat secara nyata terlihat dalam masyarakat yang
ada saat ini.
Banyak
sekolah terutama di Jakarta yang masih mempertahankan budaya senioritas.
Fenomena senioritas merupakan sebuah kebudayaan turun temurun yang dulu juga
dilakukan oleh para alumni sekolah tersebut. Hal ini sesungguhnya harus menjadi
perhatian serius. Jika hal ini tidak segera ditindak, maka akan sangat sulit
melepas budaya tersebut. Sesungguhnya pihak sekolah merupakan penanggung jawab
utama yang harus memulai penghapusan budaya senioritas. Namun seperti kita
ketahui, kerap kali para pelajar sendiri dapat dengan mudah lepas dari
pengawasan sekolah. Oleh sebab, perlu penyelesaian yang serius dari berbagai
pihak.
Kebanyakan
para korban kekerasan bullying
menjadi seseorang yang pemberontak dan juga anarkis. Selain itu para korban,
nantinya akan juga melakukan tindakan yang sama seperti yang diperlakukan
padanya. Tekanan batin dan dendam, merupakan faktor utama yang menjadikan
seseorang kembali melakukan bullying
pada orang lain. Hal ini selalu terjadi pada semua korban yang menerima
perilaku bullying pada dirinya. Luka
batin yang sangat besar, memang akan sulit untuk dihilangkan terutama yang
menyangkut hak asasi orang tersebut.
Para
korban bullying sesungguhnya dapat
kita bantu. Hanya saja selama ini, kebanyakan dari korban tidak pernah berani
memberitahukan apa yang terjadi pada dirinya. Ancaman pelaku terhadap korban,
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
tidak terlihatnya pelanggaran bullying
tersebut. Para korban seakan menganggap bahwa dengan melaporkan, maka hanya
akan menambah masalah yang sedang dialaminya. Anggapan ini sangatlah salah.
Para korban seharusnya bertindak berani dengan cara melaporkan baik kepada guru
ataupun orang terdekat tentang tindak kekerasan yang dia alami. Kita juga harus
membuka diri agar para korban pun tidak segan untuk mengungkapkan tindak
pelanggaran hak asasi tersebut kepada diri kita.
Banyak
faktor yang dapat membantu meminimalisir tindakan kekerasan terutama bullying. Namun semua hal itu akan
sia-sia bila segala aspek yang menyangkut tindak bullying tidak diselesaikan
secara sadar. Kesadaran itu mungkin
akan timbul bila telah banyak korban yang berjatuhan. Sikap tersebut
merupakan sikap yang salah. Seharusnya kita semua mulai bertindak sejak dini,
agar tidak ada lagi pelajar yang harus masuk bui karena kasus kekerasan.
Berefleksilah
Fenomena
bullying sangat menarik untuk
dikupas. Mungkin jika kita melakukan sebuah penelitian tentang bullying maka tidak akan pernah ada
habisnya. Jika akar dari segala permasalahan yang tentu melanggar hak asasi ini
tidak segera dicabut, maka akan menjadi suatu budaya yang memprihatinkan.
Kunci
dari semua problematika ini hanya satu, yaitu : ‘Manusia itu sendiri’. Ya,
semua hal ini tergantung dari bagaimana
cara kita memilih jalan hidup. Jika semua orang sadar akan pentingnya hak asasi
itu sendiri maka tidak akan pernah ada yang namanya kasus kekerasan.
Marilah
teman-teman kita mulai merefleksikan diri sendiri. Jangan pernah menilai orang
lain tanpa melihat diri sendiri. Dan marilah bersama-sama kita berkata “Bullying ?? Masih Zaman ??”
0 komentar:
Posting Komentar